Rabu, 21 Mei 2014

Dibalik sebuah kata

Dalam sebuah waktu mencoba untuk berfikir, benarkan yang kulakukan saat ini? Cacian, makian, hujatan yang sering kutrima seakan menjadi sebuah ombak dipantai yang selalu menyerang daratan. Ia kadang kuat, pun terkadang lemah. Cerita tentang sebuah makna seruan, sebuah kata yang penuh makna. Namun, yakinlah kau tak akan pernah mampu mengartikannya tanpa berada didalamnya.

Ingin sekali berucap syukur yang berlimpah, terhadap al qudwah al murabbiah al qiyadah al uswah sang Rosulullah Muhammad SAW. Membayangkan seperti apa beliau berdakwah, menerobos setiap kedzaliman, menegakkan setiap seruan dan menahan setiap godaan. Karena seruan memang untuk disampaikan bukan untuk dinikmati dalam kesendirian.  

Baru tersadar setelah berada disini, kenapa seruan ini selalu mendapat pertentangan. Kenapa dahulu Nabi Muhammad selalu di sebut penipu, pembual dan penyihir. Semua akan jelas terasa ketika sudah menjalankan, betapa terstrukurnya aliran dakwah ini. Sebuah perjalanan panjang yang tak kenal lelah.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka, mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka terbunuh atau membunuh, dan siapakah yang paling menepati janjinya selain daripada Allah?”


Dakwah itu,
Ia sakit tapi menyehatkan.
Ia panas tapi mendinginkan.
Ia keras tapi melembutkan.
Ia berat tapi meringkan.


Karena itulah kalimat dalam seruan ini yang ingin selalu kusampaikan, lewat berjuta kata yang tercucur dari sang khalik. Walaupun selalu kalian berkata, “ah omong doang”. Namun begitu lebih baik, ruang cercaan dan makian itu yang harus selalu ada dalam perjalanan ini. Agar seruan ini bukan hanya untuk para dai saja, namun seruan ini juga untuk semua saudara seiman. Karena memang semua seruan harus diucapkan dan disampaikan bukan hanya dinikmati pribadi.


Memang seperti itu, bukan karena menjadikan seruan ini sebagai senjata sehingga hanya berdiam diri tanpa bergerak melakukannya. Sejatinya dalam hati yang paling dalam justru rasa takut yang begitu besar ketika gerak kami kau lihat. Ketakutan akan sebuah keikhlasan yang akan semakin terkikis. Atau bahkan orientasi gerak yang hanya karena manusia saja. Sungguh keinginan besar dalam hati ini agar semua gerak itu hanya sang Pencipta yang tahu. Agar kesombongan dalam hati ini mudah teratasi. Agar balasan atas apa yang kami perbuat hanya dari sang maha pemabalas.

Singgasana Inspirasi, 20 Mei 2014 @baniasroff

Tidak ada komentar:

Posting Komentar