Sabtu, 14 Februari 2015

Sad Sunrise

Suatu hari seorang pemuda berlari, mendekat ke arah selatan menuju nyanyian lembut yang datang. Sore itu matahari bersinar di ujung sudut atas hampir ke bawah. Warnanya tak lagi sama seperti beberapa waktu lalu, mulai memberikan pantulan bias tak terdeteksi namun tak lagi menyilaukan. Bersamaan dengannya langit dan awan saling bahu membahu memberi ruang kepada masing-masing untuk saling menghiasi. Tak mau kalah, warna bias itu menerobos disela-sela perpaduan langit dan awan. Terlihat indah saat mereka saling mengisi dan menutupi.

Pemuda itu mengencangkan larinya kedepan sejauh ia memandang. Jalannya berpasir namun lembut tanpa batu ataupun tanah. Ia berlari sambil sesekali menatap keatas, berharap apa yang ada dihadapannya tak segera menghilang. Lalu, angin menampakkan diri dengan menyapu keringat yang mulai keluar dari kulit. Semakin jauh berlari, semakin bergetar langkah kaki, berjalan lurus bersamaan degan kencangnya angin yang menerpa. Rambutpun ikut tersibak, saat keringat menetes jalanan mulai menanjak.

Tiba-tiba langkahnya melamban, matanya tercengang sesaat dan mulai menundukan kepala. Raut mukanya menampakkan rona kekecewaan yang begitu mendalam. Rupanya hati kecilnya bergetar saat melihat alunan ombak tak sempurna itu. Wajar, gelombang air yang datang terlihat begitu berat dan pecah. Terayata desiran ombak di tepi pantai itu membawa tumpukan-tumpukan barang buangan tak berguna. Mungkin hasil buangan tangan-tangan manusia yang ikut hanyut terbawa arus dari hulu ke hilir. Warnanya coklat, jauh sepanjang mata dapat memandang kearah laut.

Semangat membara dan harapan akan cita-cita pandangan pun sirna. Pemuda itu diam sesaat, mulai mengatur nafas tak beraturan sedari tadi. Diapun memandang keatas seolah mencari secerca harapan atas cita-cita sederhana melihat nuansa indah sore hari ditepi pulau. Sekian detik dia kembali menunduk, dan memalingkan badan karena keindahan matahari, langit, awan dan angin telah sirna baginya. Langkah kakinya diseret perlahan, meninggalkan tepi pantai yang sangat mengecewakan dibenaknya.


Ditinggalkannya segala ekspetasi atas terwujudnya cita-cita indah, sore itu panorama langit akhirnya berakhir gelap dengan menghilangnya matahari ke ufuk barat.      

"Dan ingatlah olehmu di watu Tuhan menjadikanmu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kau pahat pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka ingatlah nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan" {QS Al Araf : 74}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar