Suatu hari seorang pemuda berlari, mendekat ke arah selatan
menuju nyanyian lembut yang datang. Sore itu matahari bersinar di ujung sudut
atas hampir ke bawah. Warnanya tak lagi sama seperti beberapa waktu lalu, mulai
memberikan pantulan bias tak terdeteksi namun tak lagi menyilaukan. Bersamaan
dengannya langit dan awan saling bahu membahu memberi ruang kepada
masing-masing untuk saling menghiasi. Tak mau kalah, warna bias itu menerobos
disela-sela perpaduan langit dan awan. Terlihat indah saat mereka saling
mengisi dan menutupi.
Pemuda itu mengencangkan larinya kedepan sejauh ia
memandang. Jalannya berpasir namun lembut tanpa batu ataupun tanah. Ia berlari
sambil sesekali menatap keatas, berharap apa yang ada dihadapannya tak segera
menghilang. Lalu, angin menampakkan diri dengan menyapu keringat yang mulai
keluar dari kulit. Semakin jauh berlari, semakin bergetar langkah kaki,
berjalan lurus bersamaan degan kencangnya angin yang menerpa. Rambutpun ikut
tersibak, saat keringat menetes jalanan mulai menanjak.
Tiba-tiba langkahnya melamban, matanya tercengang sesaat dan
mulai menundukan kepala. Raut mukanya menampakkan rona kekecewaan yang begitu
mendalam. Rupanya hati kecilnya bergetar saat melihat alunan ombak tak sempurna
itu. Wajar, gelombang air yang datang terlihat begitu berat dan pecah. Terayata
desiran ombak di tepi pantai itu membawa tumpukan-tumpukan barang buangan tak
berguna. Mungkin hasil buangan tangan-tangan manusia yang ikut hanyut terbawa
arus dari hulu ke hilir. Warnanya coklat, jauh sepanjang mata dapat memandang
kearah laut.
Semangat membara dan harapan akan cita-cita pandangan pun
sirna. Pemuda itu diam sesaat, mulai mengatur nafas tak beraturan sedari tadi.
Diapun memandang keatas seolah mencari secerca harapan atas cita-cita sederhana
melihat nuansa indah sore hari ditepi pulau. Sekian detik dia kembali menunduk,
dan memalingkan badan karena keindahan matahari, langit, awan dan angin telah
sirna baginya. Langkah kakinya diseret perlahan, meninggalkan tepi pantai yang
sangat mengecewakan dibenaknya.
Ditinggalkannya segala ekspetasi atas terwujudnya cita-cita
indah, sore itu panorama langit akhirnya berakhir gelap dengan menghilangnya
matahari ke ufuk barat.
"Dan ingatlah olehmu di watu Tuhan menjadikanmu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kau pahat pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka ingatlah nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan" {QS Al Araf : 74}
"Dan ingatlah olehmu di watu Tuhan menjadikanmu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kau pahat pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka ingatlah nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan" {QS Al Araf : 74}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar