Aku melihat
dan aku merasakan.
Dulu, saat
masih menyandang putih merah pasti melihat keatas. Betapa putih biru itu begitu mempesona, anak-anak disana terlihat lebih cerdas dari kami yang masih
bersekat 6. Memandang mereka, seakan putih biru adalah pangkat tertinggi dalam tataran
dunia keilmuan. Tanpa terasa 6 tahun terlewati, sebuah masa baru dimana saat
itu terlihat “keren” akhrinya dapat tersandang. Waktu itu, akulah “Putih Biru”.
Kemudian,
masa 3 tahun itu adalah masa yang (ternyata masih) ada kesamaan dengan periode
sebelumnya. Celana kami masih pendek, mata pelajaran kami masih umum, bahkan
cara berfikir kami tidak terlalu berbeda. Hanya saja, iyaa... hanya saja
beberapa laki-laki mengalami perbedaan yang cukup significant. Beberapa siswa (laki-laki) tumbuh dengan cepat dimasa
ini, terlebih dalam segi postur tubuh. Namun, lagi melihat kedepan cermin ini
terlihat masih putih biru. Seperti dejavu, rasa itu kembali terulang dimana
putih abu-abu begitu melambai. Mereka bercelana panjang, mereka berjilbab rapi,
bahkan tidak jarang tampilan fisik mereka adalah yang terindah dalam tataran 6,
3, dan 3. Mereka seakan menjadi trend
center dunia pendidikan.
Tak lama
berselang, masa 3 tahun terakhirpun terasa. Cerita yang sebenarnya tidak
terlalu sama dengan apa yang diharapkan dulu ketika belum mengalami. Yah,
itulah manusia dengan sejuta persepsi dan seribu imaginasi. Lagi-lagi dejavu
itu kembali terulang, masa putih abu-abu yang dulu terlihat begitu indah ini
seakn menjadi luntur karena beberapa visualisasi media tentang “kampus”. Anak-anak
kampus ini tak lagi berpakaian seragam, jadwal mereka terlihat sangat mandiri. Bahkan
berbagai media menggambarkan buku-buku besar yang selalu dibawa, ataupun
taman-taman yang selalu dipenuhi pembaca buku. Cara jalan mereka terlihat
begitu sempurna, apalagi dengan sebuah kata pembeda “aku duluan ya, ada kelas
ini”. Emm, sangat-sangat beda dengan warna merah, biru ataupun abu-abu yang
dilengkapi dengan putih. Masa itu seperti menggambarkan apa yang mereka pakai,
berwarna.
Walaupun tak
pernah terbayangkan namun ini yang menjadi takdir hidup. Justru Allah berikan
jalan begitu terang, tentulah setiap hasil akan syncron dengan perjuangan.
“mahasiswa”, gelar ini akhirnya melekat. Sebuah pemaknaan yang sejujurnya tidak
ada ketertarikan dengan maknanya, hanya saja dari dulu nuansa bedanyalah yang
akhirnya memunculkan daya pikat. Entah, tidak habis fikir secara logika orang
akan berjalan kedepan, entah ucapan, perbuatan maupun fikiran. Tapi kali ini
BERBEDA, sepertinya melihat putih abu-abu itu sangat pantas. Hanya sekilas
memandang, namun dalam hati langsung berkata “ingin rasanya kembali kemasa itu”.
Kali ini bukan pandangan keatas yang kembali terlihat, mungkin pandangan diatas kurang
menarik. Atau mungkin lingkungan sekarang yang kemudian memberikan pesona
keindahan nostalgia.
Pastinya,
kenangan sebuah masa putih abu-abu rasanya ingin mengulangnya.
Batman, 16
Juli 2014 @BaniAsroff
Tidak ada komentar:
Posting Komentar