Jumat, 31 Oktober 2014

Cerita Jilbab dari Inggris dan Indonesia

Ada sebuah cerita tentang wartawan salah satu media Indonesia di inggris. Dia sedang dapat job untuk mencari berita tentang hidayah seorang muslim. Kemudian dia berjalan ke kota Landon. 

Di tengah kota dia melihat seorang wanita berjilbab besar dan bercadar, kemudian dia berfikir "ah, dia pasti sudah muslimah banget, yg lain saja". Kemudian dia kembali berjalan bertemu seorang wanita berjilbab sederhana dia berjalan agak tergesa-gesa, hanya sehelai kain yg di balut dikepalanya. Wajahnya menunjukkan dia orang inggris asli. Kemudian dimulailah wawancara itu,

W : Mb, apakah anda seorang muslimah? S : Iya anda betul, saya seorang muslimah. baru 1 jam yg lalu sy masuk islam. W : Sprtinya anda tergesa2?
S : Iya, sy hendak mencari jilbab yg lebih besar lagi untuk menutup aurat saya. W : Owh, kalau boleh tau kenapa anda menjadi mualaf?
S : Wah mb, islam itu indah. Dia memberikan jalan hidup yg sangat terang, melindungi dan menjaga. Seperti jilbab ini yangg menjaga saya.
W : Betul juga, namun apa anda tidak ragu dengan islam? Bukankah di inggris tidak bnyak yang beragama islam?
S : Tentu tidak, saya bangga karena islam mungkin sedikit di inggris tapi islam begitu besar dan kuat diseluruh dunia.
W : saya juga bangga. Negara saya itu pemeluk islam terbesar di dunia. S : Owh, Kamu muslimah juga kah? Saya kira bukan.
W : Iya mb, saya muslimah dari Indonesia. Memangnya kenapa? S : Sy kira kmu bukan orang islam. Kalau kamu seorang muslimah kenapa tidak berjilbab?
W : Owh, kalau di negara saya (indonesia) banyak muslimah yang tidak berjilbab mb, jilbab kan budaya di arab krna disana sangat panas jadi wanita disana memakai jilbab salah satunya biyar adem.
S : Iya kah? (muka heran) W : Iya, lagi pula hati saya belum siap untk berjilbab mb. Yg penting kan hati dan kelakuannya dulu yg di jilbabi
S : Hmm.. (bingung) W : Kenapa mb? S : Sy berfikir mungkin ada Muhammad lain yg mngajarkan islam di negaramu, Sampai ada hukum lain sprti itu.
Akhir cerita wartawan tadi malu dan terdiam Ibrah, terkadang alasan-alasan untuk kita tidak menjalankan syariat itu adalah pembenaran yang tidak berdasar.

at my room, 31 Oktober 2014 @BaniAsroff

Katanya saya tak suka Jokowi. Keliru.

Just Share, bagus ini..

Ada yang menganggap saya tak suka Jokowi. Keliru.

Yang saya tidak suka adalah dampak ia jadi presiden. Ibaratnya, sepasang orangtua menyukai anaknya yang baik dan penurut, tapi mereka tidak suka bila anaknya itu bergaul dengan anak-anak yang kasar dan suka ngejailin. Mereka tak suka dampaknya.

Dampak umum dari keterpilihan Jokowi adalah Indonesia semakin permisif; semakin longgar akan nilai-nilai dan norma-norma.  Apa yang dulu dianggap tabu dan cela sekerang tidak lagi. Mungkin masih ada reaksi masyarakat, tapi lama-lama, apa boleh buat, yang tabu dan cela itu diterima sebagai hal biasa. Itulah nilai strategis suatu kekuasaan.

Amanah, yang selama ini jadi prinsip kepemimpinan, mulai luntur. Ingkar-ingkar sedikit tak apa lah. Bo'ong bo'ong sepotong dua potong, tak masalah, yang lebih diutamakan adalah keluguan dan kemerakyatan.

Keluguan seakan menjadi kriteria utama seorang pemimpin, mengungguli ketegasan dan kewibawaan. Ketertiban berbahasa, tata cara berkomunikasi, sampai ke cara berpakaian dan kebakuan protokoler, menjadi tidak penting.

Cerminan pertama dari dampak kelunturan nilai-nilai dan norma itu terlihat pada Kabinet Kerja. Ada menteri diwawancara sambil merokok. Badannya bertato. Tak apa, yang penting bisa bekerja.

Orangtua yang menasihati anaknya agar tak merokok dan bertato, karena hal itu tidak baik, akan kesulitan. Sebab nanti anaknya akan bilang: "Kalau tidak baik, masak bisa jadi menteri."

Sekarang sejumlah orang mulai mengkritisi Jokowi soal susunan kabinetnya. Kritisi kepada Jokowi salah alamat, karena kita semua tau Jokowi bukan tipe pengambil keputusan, yang menentukan dan memberi kata putus tentang nama-nama yang masuk dalam kabinet adalah sang bunda, meski Jokowi bilang: “Penyusunan kabinet ini SAYA lakukan dengan hati-hati dan cermat.”

Dan ini dampak khas dari keterpilihan Jokowi. Pemimpin tidak lagi dituntut menjadi pembuat keputusan, melainkan penerima keputusan. Jadi, di masa-masa datang, pemimpin tak perlu mandiri dan punya kedaulatan diri, tak perlu amanah, tak perlu jujur-jujur amat, tak perlu mempertimbangkan norma dan etika masyarakat.

Nah, kalau itu semua tidak perlu bagi pemimpin, pasti tambah tidak perlu bagi warga masyarakat. Lantas apa gunanya pendidikan? Kementrian Agama? Dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Sekarang mungkin masih ada yang risih melihat menteri mengepulkan asap rokok dan bertato. Tapi harap maklum ini karena baru, nanti juga terbiasa. Nanti juga ‘legowo’. Dan bukan tidak mungkin suatu saat kita akan menerima menteri perempuan mengenakan rok mini atau celana senam ke kantor. Atau menteri laki-laki, dengan lengan baju digulung sampai siku tapi berbaju dalam kaos lengan panjang, kayak pemain band alay. Eh, ke-alay-an juga nanti jadi norma umum juga.

Seseorang membuat status: “Pagi-pagi di meja kerja ditaruhin foto presiden baruuu gede bangettt... Jahaaaatt hiks.” Colek Aychie Qie Shaa.
Temannya berkomentar: “Legowo. Legowo..”

Tanpa dibilang "legowo, legowo" pun si penulis status akan terbiasa, dan tidak lagi berreaksi seperti itu. Dia tidak sendirian, guru-guru sekolah yang mendukung Prabowo mengaku merasa ‘gimanaaa’ gitu, harus memasang foto pasangan presiden-wapres di ruang kelas mereka. Tapi itu minggu pertama saja, setelah itu akan terbiasa. Dan itulah nilai strategis kekuasaan.

Nilai-nilai sedang berubah. Bagi sebagian orang ini menjadi sumber keprihatinan. Dan yang mempercepat perubahan ini adalah ‘pemimpin’. Semakin sering Ahok mengucapkan kata ‘bajingan’ di depan umum, semakin kata itu terdengar tidak kasar. Bahkan mungkin sebentar lagi jadi santun.

Tampilan protokoler presiden dan menterinya pun berubah: lengan baju digulung, bagian bawah kemeja terjulur. Tidak pentinglah ini. Yang penting: Kerja. Kerja. Kerja.

Tapi manusia bekerja untuk meningkatkan taraf hidup. Dan taraf hidup itu bukan hanya penghasilan, tapi juga budi pekerti. Seluruh ummat manusia menginginkan tingkat peradaban yang tinggi, halus dan indah. Untuk itulah mereka bekerja.

Namun, meskipun kekuasaan begitu efektifnya mengacak-acak dan mengacaukan nilai-nilai, masyarakat yang mandiri dan berkarakter bisa menangkalnya dengan berpegang teguh pada nilia-nilai yang mereka anut, pada keyakinan, pada ketinggian derajat manusia. Saya ingin jadi anggota masyarakat yang berkarakter. Berkarakter Indonesia.


Kafil Yamin

Kamis, 23 Oktober 2014

Media adalah Pedang yang tajam

Assalamu'alaikum wr wb,, selamat pagi, awali dengan bersyukur atas cinta yang Allah tanamkan di dalam hati. Menyambut hangatnya pagi ini, alangkah baik kita mulai dengan hal yang tidak biasa. Memuali hal yang sama denga cara yang berbeda.

lets move on, beberapa waktu yang lalu. tepatnya saat perhelatan pertarungan presiden berlangsung. dampak terbesar untuk saya adalah vacum. Kenapa vacum, saat itu saya melihat dan merasa semua menjadi tidak sehat. Penyakit masal melanda seluruh bangsa hanya karena satu virus. Virus itu bernama media, dia tenang tapi menghanyutka, dia keras tapi memberatkan, dia besar tapi menghancurkan.

Saat itu, saat semua mata tertuju pada rangkaian berita yang serba simpang siur. perpecahan semakin menjadi, betapa orang mudah bermain2. Kekecewaan sya memuncak, tidak semua apa yg mereka sampaikan itu benar. dan lebih parah lagi sya melihat pemberitaan sudah terfilter rapi. Arah berita itu tergantung siapa yang meberitakan. atau ekstreamnya, siapa yang menyebar berita, dialah sumber yang benar.

tidakkah kalian tahu, barang siapa mendapatkan infomasi kemudian ia serta merta menelannya, bahkan ia menyebarkannya maka ia telah mengikuti perbuatan syetan dan ia pun telah mengikuti sunah-sunah orang munafik.

QS: An Nisa Ayat 83, "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan maupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya"

bahkan Rosulullah bersabda, "Sudahlah cukup orang itu dikatakan berdusta, jika ia menceritakan apa yang dia dengar"

yahudi menangkap sebuah peluang besar untuk menguasai manusia yaitu dengan mengatur input dari manusia untuk menentukan output. Mereka menjadikan media sebagai pedang paling tajam, untuk mengatur segala strategi peperangan. Bukankah kau akan mendengar dan melihat. Karena itu saya merasa sangat kecewa dengan media dan siapapun yg terlibat didalamnya. Jangankan yg bersekala besar. Melihat dalam ruang lingkup kecil saja miris, mereka saling menghujat lewat media, saling menyerang lewat media.

Tidak jarang sebuah kesalah fahaman terjadi hanya karena salah persepsi ataupun pemahaman dalam menterjemahkan tulisan. Itu alasan kenapa saya vacum, namun hari ini saya menegaskan bahwa pilihan itu tidak selamanya benar. saat ini sya sadar. Bukankah ketika kau ingin hasil yg berbeda maka kau harus melakukan dengan cara yg berbeda?

selama ini, persepektif media adalah orang yg berpengaruh dan orang yg dipengaruhi. Dampaknya adalah semakin banyak yang terpengaruh. Karenanya hri ini saya tersadar. kenapa tidak kita gunakan media sebagai pedang dalam berdakwah, bukankah dia pedang yang bisa diasah dan kita dapati pedang yang tajam.

saat berita buruk itu bisa dimasukkan, logikanya adalah beritu baik pun punya peluang yang sama. Tinggal mau atau tidak, siap atau tidak. Saat kekritisan harus dibungkam, maka saat itulah sebuah sistem itu terjadi masalah. Kuncinya. gunakan pedang ini dengan benar. Bukan asal menebas apapun yang ada didepan, namun disimpan saat berjalan, dan dihunus saat perang.

at study room 21 Oktober 2014, @baniasroff

Minggu, 19 Oktober 2014

Bukan Salah Keadaan

Saat kau mulai merasa mungkin kau tak akan sadar apa yang sudah kau katakan sebelumnya, namun aku mendengar lewat sayu suara semu yang bergema. Sebuah fakta dari fenomena, mungkin dia terlalu cepat berputar sampai kita tak sadar dia sedang berputar. Tapi, marilah kita jaga pola fikir kita, semua sudah ada ketentuan masing-masing. Bukan sama rata, namun proporsional.

Mana mungkin tanganmu mampu melangkah, saat kau tau tanganmu hanya bisa memegang.

Mana mungkin telingamu mampu melihat, saat kau tau telingamu hanya mampu mendengar.

Mana mungkin mulutmu mampu melihat, saat kau tahu mulutmu hanya mampu berucap.

Pernahkah kau kecewa saat otakmu tak bisa merasa, padahal kau tau dengan jelas hanya hatimu yang merasa paling sempurna.

Kemudian apa yang pantas kita perdebatkan,bukankah Allah telah menciptakan segala sesuatu untukmu agar kamu dapat bersyukur. Allah adil menciptakan kaki untuk melangkah, telinga untuk mendengar, dan mata untuk melihat.

Kenapa kita berdebat untuk itu kawan, tidakkah kita mampu bersyukur. Biarlah yang merah itu tetap memerah, biarkan yang kuning itu tetap menguning dan yang biru itu tetap membiru.

Liahtlah pelangi, dia indah karena warnanya menyatu bukan melebur. Mereka komitmen dengan tugas mereka masing-masing, memberikan keindahan lewat komposisi yang tepat.

Sudahlah, mari bersama bersyukur. Bukankah Allah telah menjadikan semua ini dengan penuh pertimbangan. Bukan untuk saling meberikan amanah, tapi jelas untuk saling meringankan beban.

at my work, @baniasroff


Sabtu, 18 Oktober 2014

Pemimpin Masa Depan

Assalamu'alaikum wr wb... 
semangat siang, segenggam saripati tanah yang mengembang. Apa yang bisa kita lakukan?

Mau tidak mau, suka tidak suka kita adalah tanah dan akan kembali ke tanah pula. Itulah manusia. Diantara lahir dan mati kita mengenal kehidupan.

karena ditengah 0 dan 1 kita mengenal fuzzy (samar). fuzzy adalah samar, samar adalah ketidaktentuan, itulah kehidupan.

Mati itu jelas, Lahir pun jelas. namun kehidupan itu tidak tentu. Namun, itulah proses. Kehidupan adalah proses dari lahir menuju mati. dari 0 menjadi 1.

ada proses apa diantara keduanya? tentu ada fase naik dan fase turun. manusia itu istimewa, istimewa dengan hati dan otaknya.

proses = fluktuatif. fluktuatif itu bukan kepastian namun sesuatu yang tidak dapat terdefinisikan. kadang dia naik, kadang dia turun.

saat ini, ada sebuah proses yang katanya proses paling menentukan dalam perjalanan hidup seorang manusia "MUDA".

"adolenscene is the most susceptible to eror, but it is time that determine everything" tertulis dalam ID akun ini.

mengartikan bahwa masa muda adalah masa yang paling mudah terjadi kesalahan, namun masa ini yang akan menentukan segalanya.

Islam mengajarkan, sebaik-baik manusia adalah pemuda yang taat terhadap agamanya.
next, lebih khusus saat ini adalah masa dimana saya berada ditataran PEMUDA dalam cluster MAHASISWA.

ada apa dengan MAHASISWA? dengan sebanyak definisi dan tuntutannya, mari kita coba melihat dari satu sudut pandang bersama.

Peran Mahasiswa, Sosial Kontrol. right? ini adalah sebuah peran menjadi tumpuan atas garda besar terbentuknya bangsa.

kita lihat dari kacamata aktifis, atau mahasiswa yang senang dengan kehidupan organisasi.

setahun yang lalu, ada sebuah organisasi yang harusnya lebih berperan besar dalam kontrol sosial justru berbalik.

dengan dalih,"kita harus menuruti keinginan peserta" dan keinginan peserta itu menoleh pada budaya hura-hura dan hedonisme khas budaya barat.

cerita yang terkuak tujuan dari pelayanan ini adalah ketika sebuah nama besar, keramaian bahkan profit yang dicapai.

akhirnya kumpulan keberanian itu dikeluarkan, mewujudkan harapan "rakyat" yang ingin di hibur. iya, hiburan kelas atas.

keberanian itu bagus, berani membuka jaringan.berani menantang tantangan dan target yang tidak main-main. operasional mencapai ratusan juta.

Namun, Allah belum mengizinkan. segala keringat yang telah dicurahkan bukan menghasilkan kejayaan, keramaian pengunjung, atau bahkan profit

Tak disangka air keringat berubah menjadi air mata. ketika idealisme tidak sejalan dengan realita.

sekian puluh juta bahkan lebih harus di gantungkan seperti bukan berupa Uang. tidak jarang yang menjerit tidak jarang yang teriak.

bahkan sampai 1 tahun berselang dampak itu masih saja terasa. inilah pilihan dalam sebuah organisasi, kearah mana ia akan melayani.

ada 2 pilihan sebenarnya, menantang arus atau mengikuti arus. terkadang memang perlu memanjakan, namun jangan sampaik kita manja dan terbuai.

lagi-lagi. 1 minggu yang lalu, kejadian taun lalu berulang, ketika segerombolan mahasiswa memilih untuk mentarget keramaian dan profit.

salah satu ikon pemuda di undang dnegan "ganti ongkos" lebih setengah ratus juta. bayangkan, uang sebanyak itu, hanya untuk memenuhi hasrat.

diakhir cerita, tidak lah jauh berbeda dengan cerita di awal. seratus juta lebih harus mereka gantungkan untuk menutup sang dewa.

sang dewa "penghibur" yang bahkan tidak berkenan datang menghibur. saya yakin ada jutaan titik air mata mengalir diantara mahasiswa disana.

padahal jutaan pasang mata di Indonesia masih berlinang Air Mata, menunggu sentuhan kasih dari pemerintah yang entah kapan membaik ini.

lalu, integritas mahasiswa lagi-lagi dipertanyakan. siapakah yang akan kau sambung lidahnya? rakyat yang menjerit, atau nafsu yang menjerit.

lihatlah freeport yang awalnya adalah pegunungan tinggi menjulang, kemudian dibalik menjadi gunung yang menjulang kebawah.

apa kabar sidoarjo, yang seakan terbuangkam dengan ribuan masalah. padahal ribuan orang disana tidak jelas mau kemana.

apa kabar century, sebuah misteri ilahi yang seakan berbeda dunia, dunia orang besar dan dunia orang kecil.

sekian permasalahan bangsa, jelas-jelas ada didepan mata tanpa harus dicari. namun, mengapa justru hura-hura dan hedonisme yang dicari.

iya inilah fakta organisasi, mahasiswa seakan bukan menjadi penyambung suara rakyat lagi, namun penyambung hidup dalam kemeriahan zaman.

hanya segelintir orang yang peka, mereka bersuara namun dicaci. Ada yang bilang, "ngapain mikir negara, pikirin itu IPK!"

segelintir yang selalu mendapat lirikan sinis dari begitu banyak mahasiswa. terkadang segelintir ini menjadi hilang dan semakin sunyi.

beberapa hari kedepan adalah hari pelantikan PRESIDEN Republik Indonesia terpilih. faktanya, cukup mencengangkan.

bahkan media harian Jogja dalam headline nya menyampaikan "Kamana kamu, wahay MAHASISWA?". Sakit rasanya, ini momentum.

momentum itu tidak dapat dibeli dengan uang sekian puluh bahkan ratus juta.
dan saat tulisan ini ditulis, saya sempat mengajak aksi beberapa orang "petinggi organisasi" di kampus ini. namun, hanya 2 saja yang respon.

2 dari hampir 35 nomor yang saya SMS. apakah aksi itu salah kawan? apakah menyampaikan aspirasi itu salah kawan? coba tanya pada dirimu.

berapa kali kau protes saat kau diberi nilai yang tidak adil dari gurumu, atau saat kau dibagi makannan tak adil oleh ibumu.

dan sekarang, 5 tahun kedepan 1000 lebih pulau akan dipimpin, 300 juta lebih masyarakat akan digiring.

apakah kita selaku pelaku peran sosial kontrol hanya bisa diam? bahkan masa menjadi mahasiswa saja hanya 4 tahun.

Islam menyampaikan, "kewajiban rakyat adalah menegur pemimpin yang melakukan kedzaliman dan mendukung pemimpin yang benar"

dan negara tidak bisa kita katakan sudah meraih kejayaan atau bahkan merdeka secara sepenuhnya.

lalu, apa yang mereka katakan? salah satu sahabat yang sama2 menduduki kursi organisasi namun beda ranah kerja.

dalam media sosial dia mengatakan, "buat apa aksi ke jalan, kayak gak ada cara lain saja?" . Pak, cara apa yang anda maksud,

sadar kah anda, sedang berda dimana anda sekarang? bukankah organisasi mahasiswa yang sedang anda duduki.

lain orang lain pula carita, ada juga yang selalu menyampaikan "maaf", sebuah bahasa halus untuk menutupi kemalasan.

kau berkata kau sibuk, kau berkata kau kuliah, kau berkata ada acara ini itu. kau berkata ada agenda disana sini. lantas, saya menjawab.

seenaknya saja kau berkata "maaf mas saya sibuk" seakan kau berfikir organisasi ini hanya berisi pengangguran saja.

inilah pilihan, seperti halnya fuzzy yang tidak jelas. tingal kita mau memilih di atas atau dibawah, menjauhi 0 atau mendekati 1.

tidak ada yang patut kita isi dalam fese fuzzy ini selain memanfaatkan diri untuk sesama. lantas dalih-dalih apa lagi yang akan keluar?

saya pun belajar, melawan arus menantang kenyamanan palsu. untuk melewati ombak yang ada didepan. itulah MALAS, APATIS, HEDONISME dan HURA2

bersykurlah masih diberikan hati yang dengan itu kita mampu merasa. selamat siang, salam cinta untuk tuhan, karena tuhan menciptakan manusia.


khairunnas anfauhum linnas, Wassalamu'alaikum wr wb,