Kompleksitas permasalahan Indonesia telah sampai pada titik
mengkhawatirkan. Pemuda yang digadang-gadang sebagai tiang berdirinya negara
justru menyumbangkan masalah yang cukup besar. Masalah mainstream seperti
tawuran, seks bebas, narkoba, pesta miras, kawin cerai, dan video mesum seolah
menjadi pupuk penyubur kehancuran bangsa. Pembenahan secara komperhensif harus
segera digalakkan agar pemuda sebagai penerus bangsa dapat terselamatkan.
Demoralisasi pemuda semakin terlihat, baru-baru ini di Kota Pelajar
Yogyakarta ditemukan sesosok mayat perempuan belum menikah di kamar kosnya.
Ditemukan meninggal seusai melahirkan anak diluar pernikahan, perempuan
tersebut adalah mahasiswi salah satu PTN di Yogyakarta (news.detik.com, 29
April 2015). Tak lama berselang, masih dikota yang sama lagi-lagi mayat
perempuan ditemukan dalam kondisi telanjang dikamar kosnya. Diduga gadis cantik
tersebut dibunuh setelah diperkosa (jogja.tribunnews.com. 2 Mei 2015). Dari 2 hotnesws
tersebut menunjukkan ada suatu permasalahan yang sedang mengidap pemuda, yaitu
degradasi moral.
Derasnya arus liberalisasi dan lunturnya adat ketimuran semakin
memperkokoh demoralisasi generasi muda. Acara-acara pembodohan di televisi dan
gaya hidup hedonisme tak khayal merubah paradigma tontonan menjadi tuntunan dan
tuntunan menjadi tontonan. Pendidikan yang sejatinya menjadi jantung dalam
menyelamatkan peradaban tak mampu berbicara banyak. Pemerintah hanya
memprioritaskan pembangunan fisik saja, dengan sesekali melirik hal-hal
fundemantal layaknya pembangunan karakter yang hanya menjadi wacana.
Dalam kunjungannya ke UNY 25 april 2015 Anis baswedan mengatakan,
“orang yang sedang memikirkan pendidikan adalah orang yang sedang memikirkan
masa depan”. Siapa yang ingin melihat kondisi negara 10 tahun kedepan maka
lihatlah kondisi pemudanya saat ini. Demi menatap Indonesia kedepan, tujuan
mulia pendidikan sebagai sarana memanusiakan manusia harusnya menjadi prioritas
pertama. Memanusiakan manusia berarti menciptakan manusia yang beradab, yang
mampu menggunakan akal dan fikirannya layaknya manusia bukan hewan. Oleh karena
itu dalam upaya untuk memperbaiki moral pemuda salah satunya melalui jalur pendidikan.
Pendidikan
Melihat wajah Indonesia masa depan adalah melihat kualitas pemuda
saat ini. Kemudian tanggung jawab kualitas pemuda berada di tangan sistem
pendidikan. Pendidikan yang baik akan mencetak manusia yang tidak sekedar siap
secara intelektualitas namun juga teruji moralitasnya. Sehingga kecerdasan
intelektualitas mampu di imbangi dengan kecerdasan emsoional serta spiritual.
Pertanyaan
mendasarnya adalah pendidikan macam apa yang mampu membentuk moral manusia?
Sekitar abad ke 6, Muhammad Saw menegaskan bahwa visi utama beliau sebagai
rosul (penyampai) adalah mendidik manusia untuk menyempurnakan akhlak dan
mengupayakan pembentukan karakter (good character). (majid, 2012). Oleh
karena itu pendidikan karakter adalah wujud
pendidikan paling relevan guna memperbaiki moral generasi muda. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME serta akhlak mulia
(karakter) dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undan
undang, (UU No. 20 Tahun 2003).
Pendidkan karakter solusi degradasi moral
Degradasi moral
generasi muda adalah akibat dari ketidakmampuan mengendalikan nafsu, sehingga dalam
berperilaku dia hanya menuruti hawa nafsunya tanpa memikirkan dampak baik dan
burknya. Dalam buknya The ESQ Way 165 Ari Ginanjar mengatakan bahwa
dorongan nafsu yang berlebihan akan menghasilkan belenggu yang menutup aset
paling berharga dari seorang manusia, yaitu fitrah.
Pendidikan karakter sangat berbeda dengan pendidikan intelektual,
karena parameter keberhasilan pendidikan karkter tidak diukur berdasarkan
kefahaman murid atas karakter itu sendiri. Pendidikan karakter merupakan proses
transfer of values atau penanaman nilai, sehingga goal pendidikan
karakter adalah terbentuknya murid yang berakhlak mulia dan mampu
mengaplikasikan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan. Penanaman nilai ini
adalah melatih dan meng-upgread softskill yang dimiliki setiap
manusia seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan adil.
Softskill berkaitan
dengan fitrah manusia, sejatinya fitrah manusia selalu merindukan kebaikan yang
tidak dapat diajarkan akan tetapi ditularkan (Harizka R, 2011). Oleh karena itu
dalam upaya membentuk karakter manusia dibutuhkanlah suatu lingkungan yang
dapat mendukung secara penuh penanaman nilai tersebut. Guru sebagai tauladan
harus berperan menjadi sosok yang bisa digugu lan ditiru (diikuti dan
dicontoh). Walaupun pada faktanya interfensi politik menghasilkan guru yang
sangat pragmatis. Guru yang seharusnya mampu menjadi pahlwan pendidikan justru
hanya mampu menyampaikan texbook materi hasil kajian kurikulum
pemerintah saja tanpa mempermainkan peran dalam membentuk karakter. Selain itu habits
(kebiasaan) dari murid yang benar-benar dijaga agar selalu mengimplementasikan
nilai moralitas dalam kehidupnnya sehari-hari.
Bagaimana habits membentuk karakter?
Habits adalah
kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang hingga membudaya. Kepribadian seseorang
akan sangat terpengaruhi atas kebiasaannya dalam berperilaku sehari-hari.
Misalnya seorang yang kesehariaanya selalu hidup dalam kemalasan maka akan
membentuk karakter/kepribadian yang manja dan malas. Dalam bukunya terapi
berfikir positif, Dr. Ibrahim Elfiky menyampaikan bahwa guna membentuk stimulus
manusia agar selalu berbuat baik adalah dengan membiasakan perbuatan baik.
Berakaca dari
negri matahari terbit, di negara jepang terkenal dengan budaya yang begitu
kental. Contoh paling sederhana, orang jepang membiasakan diri untuk berjalan
cepat, hingga akhrinya terbentuklah karakter masyarakat jepang yang militan. Bukan
hal yang tidak mungkin bagi negara Indonesia untuk membentuk karakter pemudanya
yang tangguh, jika dalam pendidikannya dibiasakan untuk menerapkan karakter
mulia. Suatu saat pemuda Indonesia tidak akan pernah menjadi pencuri atau
bahkan koruptor, ketika dalam pendidikannya dibiasakan untuk bersikap jujur dan
tanggung jawab. Pada akhirnya dari habits
yang selalu menerapkan nilai-nilai moralitas maka akan membentuk
kepribadian/karakter sehingga kelak akan menjadi pribadi yang tangguh.
Kesimpulan
Degradasi moral generasi muda adalah masalah masa kini yang
berdampak panjang hingga ke masa depan. Permasalahan ini membutuhkan penangan
serius guna menyembuhkan bahkan melakukan tindakan preventive. Disamping
itu, pemuda sebagai calon pemimpin masa depan benar-benar harus diselamatkan
jika pemerintah tidak ingin kebobrokan bangsa semakin nyata.
Pendidikan menjadi
salah satu senjata paling ampuh dalam memberikan solusi atas rencana “revolusi
mental” bangsa ini. Untuk itu dibutuhkan bentuk pendidikan yang tidak hanya
menekankan pada kecerdasan intelektual saja namun juga membentuk karakter
bangsa yang bermartabat. Sinergitas antara pendidikan karakter dan habits harus
dijadikan pertimbangan dalam merumuskan strategi memperbaiki moral generasi
muda. Karena ancaman kehancuran bangsa akan semakin terlihat nyata jika
moralitas generasi muda tidak segera diselamatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar