Selasa, 16 Juni 2015

Perjuangan

Saya baru tahu,

Mungkin karena kurang bersyukur hingga dulu tak pernah tahu, bahkan layaknya menutup mata.
Atau karena selalu melihat keatas dan lupa bahwa terkadang pembelajaran juga datang dari bawah.
Belajara dari setiap fenomena dan gejala yang terjadi.

Belum genap satu minggu ini, Alhamdulillah dititipkan kendaraan baru untuk membersamai langkah-langkah ibadah (semoga). Sepeda putih biru itu sederhana, namuntak disangka dari hal sepele bernama sepeda saya kembali belajar.

Aku tak pernah tahu, teryata permukaan jalan itu tidak rata. Aku merasakan ketika pagi datang, sepeda ini berjalan begitu lancarnya, seolah kayuhan kaki tak banyak memberikan arti. Namun, ketika malam hari semua berbalik, sepeda berubah menjadi objek yang seakan menguji kesabaran dan keistiqomahan. Begitu beratnya roda itu berputar, bahkan ketika kaki berhenti mengkayuh sepedapun memaksa untuk berhenti. Ah baru sadar, teryata jalan itu menanjak, tanjakannya yang begitu istiqomah ternyata. Karena tanjakan itu bukan tanjakan terjal, namun konsistensi tanjakan ringan yang terus menanjak dari awal sampai akhir

Aku lupa, teryata inilah kehidupan. Dari sepeda ini Aku belajar tentang masa lalu, masa 7-14 tahun lalu. Saat sepeda masih menjadi kendaraan yang begitu menyenangkan. Teman-teman masa kecil menjadi bayangkan dan pertanyaan "sedang apa mereka sekarang?". Sedihnya di sisi hati justru memberontak "kemana anak-anak zaman sekaran dan sepedanya?". Sepertinya keceriaan kelompok-kelompok sepeda dimasa lalu itu tak akan pernah terulang lagi di sini, di kota ini.

Aku tersentak, di malam terakhir. Sepanjang perjalanan mengikuti seorang ibu-ibu yang mengkayuh sepeda biasa, dengan kerangjang berisi berat terlihat. Aku yakin ibu itu adalah ibu yang menjajakan barangnya dengan sepeda. Jalan pulang adalah jalan yang menanjak, dengan oksigen minimal berebut dengan tumbuhan sekitar bahkan angin panas keluaran kendaran bermotor. Ah ibu itu pasti juga merasakan apa yang saya rasakan. Lelah, emosi, tak sabar bahkan perasaan frustasi karena keadaan jalan.

Malam itu sontak aku tercengan, pembelajaran atas rasa syukur ini kembali datang. Saya yakin ibu itu ditunggu oleh keluarganya dirumah. Keluarga kecil menanti atas seusuap nasi hasil tetesan keringat sehari. Saya terbayang atas perjuangan setiap orang tua, membanting tulang, berjemur dibawah terik matahari untuk menyambung hidup. Banyak orang berkata, mengapa kesenjangan itu ada. Sepertinya dunia ini tidak adil, bagaimana mungkin ada orang yang berjalan menonggak keatas dan ada yang menunduk kebawah.

Namun, bagiku disitu Allah memberikan keadilan. Allah tahu kita mampu. Allah tahu bahwa hasil dari perjuangan manusia bukan dilihat dari seberapa banyak modalnya, namun seberapa besar proses dari usaha yang dilakukan.

Jalanan, kali ini aku belajar banyak darimu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar