Sabtu, 14 Maret 2015

Mimpi dan Amanah

Astagfirullahaladzim, Laa khaula wala kuwata ila billah..

Dimulai dengan istighfar dan bersungguh-sungguh merendah atas ketamahan diri yang selalu ingin terlihat lebih. Kemudian seraya bermuhasabah betapa besarnya dzat yang maha pencipta itu. Atau betapa kecilnya manusia hasil ciptaan-Nya.

Di awal pun hingga sampai akhir, saya InsyaAllah akan selalu memberikan kebermanfaatan atas hidup saya walaupun hanya berupa catatan. Semasa hidupnya Deden (aden edcoustic) Supriadi pernah berkata, "bagiku hidup adalah berkarya, meski aku sedang menangis atau tertawa. Selagi tuhan masih memberiku waktu, selama itulah aku akan terus berkarya, Dan jika aku mati nanti, biarkan karya itu menjadi warisan generasi selanjutnya".

Tidak ada keraguan atas ingatan di hati saya sendiri, selaku penulis dari tulisan-tulisan di catatan ini. Semoga Allah senantiasa meridhoi atas ikhtiar kecil hambaNya. Ingatan itu adalah tema besar kenapa catatan-catatan ini ada, itu adalah tentang mimpi, cita-cita, dan harapan.

Sama seperti halnya Danang A, Prabowo, mahasiswa IPB 2004 yang menggambarkan seperti apa mimpi hidupnya dalam visualisasi video motivasi. Jujur saya adalah salah satu dari mungkin ribuan orang yang sempat tersentak hatinya karena video tersebut. Pun tak bisa menampikkan sejarah, tulisan dan segala macam tentang catatan ini terpengaruhi oleh video "100 mimpi" mas Danang.

Selanjutnya sosok Panglima perang, Pemimpin terbaik sepanjang sejarah di dunia yang tertuliskan dalam Al hadist. Sultan muhammad Al Fatih, pemuda yang lahir 21 tahun sebelum dia menaklukan konstantinopel. Penaklukan kota bersejarah bukanlah cerita novel karya manusia yang bisa dengan mudah membuat alur cerita sedemikian, namun kerasnya perjuangan atas cita-cita besar seorang pemuda hanif dan hafidz yang kini melegenda adalah impi yang sudah tercatat karena motivasi gurunya dimasa kecil. Bukan hal yang mudah untuk membangun pasukan terbaik yang pernah ada, pun dengan membentuk kepribadian pemimpin sejati untuk memimpinnya. Beliau adalah keturunan suku utsmani pewaris tahta yang tak pernah disangka. Namun pendidikan akhlak, dan takdir yang akhirnya mengatarkan Al Fatih mencatat sejarah dan menggemparkan dunia.

Yaa, kedua referensi diatas adalah representasi tentang mimpi, cita-cita dan harapan. Tidak ada hukum yang menyatakan wajib ataupun haram soal mimpi. Namun, hingga hari ini yang saya fahami tentang mimpi adalah tujuan. Tujuan berupa short term vison, medium term vision dan long term vision. Seperti halnya Islam yang mengajarkan untuk menjadikan Allah sebagai tujuan diatas tujuan, menjadikan Surga sebagai cita-cita dan menjadikan Islam sebagai jalan menuju kesana.

Ada sebuah korelasi antara tujuan dan jalan, karena dengan tujuan yang benar kita akan tahu jalan yang benar. Beberapa waktu lalu saya sempat belajar dari seorang trainer tentang cara menentukan jalan kehidupan, dijelaskan oleh beliau bagaimana kita menetukan jalan adalah tergantung tujuan mana yang akan kita capai. Kehidupan organisasi membahasakan ini berupa "Mulailah dari Akhir". Kita mulai dari akhir, kita mulai dari tujuan kita. Karena dengan tujuan kita akan tau bagaimana harus memulai, dan dengan tujan kita akan tahu seperti apa jalan yang akan kita lalui.

Itulah mimpi, keabstrakan hidup yang tak pernah bisa terukur. Dia bebas, tak terbatas ruang dan waktu. Mimpi itu indah saat ia terwujud secara nyata. Mimpi juga adalah cahaya karena dia memberikan petunjuk dari yang belum ada menjadi ada, dari yang jauh menjadi dekat. Karena mimpi, cita-cita dan harapan adalah tujuan.

"Maka, nikmat tuhanmu manakah yang telah enkau dustakan"

---------------------------------------------------------------------------------

Kemudian amanah, sepertinya saya tidak akan bicara banyak soal amanah. Merinding kulit ini dan menciut hati saya untuk membicarakannya. Tulisan dalam catatan-catatan ini kiranya telah memberikan begitu banyak cerita ataupun gagasan tentangnya. Amanah adalah sebuah kata yang besar dan menjadi besar karena makna dan segala sesuatu yang ada di belakangnya.

Sejarah terpanjang yang saya tahu adalah ketika pertama kali Allah menawarkan amanah untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini. Gunung yang besar itu menolak karena besarnya amanah tak sebanding dengan besarnya gunung. Lautan yang luas itu berpaling karena luasnya amanah bisa dengan mudah menyempitkan laut. Sekali lagi saya sampaikan amanah adalah hal yang besar lagi serius.

Konteks amanah adalah soal titipan, seperti halnya kita meminjam tentu kita punya kewajiban untuk mengembalikan. Kemudian dalam catatan-catatan lalu, saya beberapa kali menyampaikan soal Amanah dan apa yang ada di belakangnya. Kepemimpinan merupakan amanah. Waktu adalah amanah. Jasad itu amanah. Kehidupan inipun juga sebuah Amanah.

Belajar dari Rosulullah SAW, tentang amanah besar menyempurnakan akhlak manusia. Beliau adalah manusia terpilih, karena lagi lagi saya harus berkata "amanah tak akan salah memilih pundak". Sebesar Allah titipkan amanah, seraya Beliau menciptakan kekuatan yang lebih besar untuk pemegangnya. Bayangkan betapa 62 tahun Rosulullah hidup, cerita tentang amanah beliau adalah cerita yang tak cukup diuraikan dengan selembar kertas. Hingga muncul sebuah rumus, amanah adalah soal pengorbanan.

Salah satu sahabat pernah memberikan ketauladanan luar biasa soal amanah, panglima perang tak pernah kalah sepanjang zaman. Khalid bin walid tidak pernah absen atas amanah memimpin pasukan perang kaum muslimin. "pedang Allah" adalah julukan termasyhur yang hanya diberikan kepada beliau karena prestasi mengemban amanah komandan perang. Pelajaran bukan datang dari kepakaran mengolah pedangnya. Justru ketika Abu Bakar mencabut amanah komandan perang di saat tak ada satupun kesalahan dibuat. Miris melihat fenomena panglima perang paling tangguh, jendral tempur yang berkali-kali memberikan kemenangan harus maju kemedan perang sebagai prajurit biasa. Namun, akhlak beliau adalah alasan atas sikap bijaksana dan penuh integritas.

Itulah amanah, datangnya tak dijemput pulangnya tak diantar. Karena satu-satunya yang berhak mengelola amanah adalah sang Maha segala maha.

Sering kali amanah datang, lantas harus apa kita?

Mendengarkan ceramah ustad pagi hari saya pernah mencatata. "Amanah, sebelum dia datang jangan pernah meminta. saat dia datang hindari. saat dia diberikan terimalah. saat dia diemban mastatho'tum (lakukan semaksimal yang kamu bisa), saat dia diambil pertanggungjawabkan atas apa amanah itu datang".

-------------------------------------------------------------------------------

Pada akhirnya saya harus menyandingkan 2 kata diatas, mimpi dan amanah. Menjadi sebuah peryataan yang saling terintegrasi ataupun pertanyaan yang membutuhkan pemahaman. Setidaknya ada satu kesamaan diantara dua hal tersebut, antara mimpi dan amanah keduanya adalah keniscayaan bagi seorang manusia. 

Lantas, bagaimana keduanya datang. berlawanan, bersimpangan atau sejalan? 

Al Fatih adalah bukti, saat mimpi semasa kecilnya menaklukkan konstantinopel justru terealisasi saat amanah dan tantangan besar diberikan kepadanya. Menjadi pemimpin suku utsmani bukanlah hal yang mudah, ditengah frustasi keluarga ustmani selama berabad-abad gagal menaklukan konstantinopel tentu memberikan tekanan luar biasa. Hingga akhrinya sunatullah yang berbicara dilapangan, saat satu dari 2 kota berpengaruh di dunia takluk oleh kaum muslimin. 

Atau berkaca dari Bapak para nabi, Ibrahim A.S. Amanah beliau untuk berdakwah memaksa untuk berpisah dengan istri dan anaknya Ismail. Pun ketika puluhan tahun Beliau kembali ada mimpi manusiawi dari seoran ayah, saat ia ingin bermanja mesra dengan anak yang begitu dirundukannya. Namun lagi-lagi Allah justru berkata lain, keinginannya terusik oleh perintah Allah untuk menyembelih putra yang begitu dicintainya. Entahlah betapa hancurnya persaan Ibrahim A.S. kala itu. 

Suatu waktu dalam perjalanan hidup saya sendiri, saya pernah merasakan ketika teryata beberapa mimpi harus terhapuskan karena amanah yang datang. Namun, tak juga pernah menyangka ketika suatu hari justru mendapatkan lebih dari apa yang diimpikan karena amanah. Entahlah, tak ada rumus pasti diantara keduanya.

Terkadang kita salah mengartikan, atau lupa bersyukur atas tanda-tanda kekuasaan-Nya. Entah karena kesombongan atau karena kerendahan hati sehingga tak dapat melihatnya. Kepastian yang saya tahu adalah ketika manusia itu merencanakan, dan Allah yang menentukan. Bukan berarti mendiskritkan penjabaran diatas namun, itulah ketentuan yang bagi saya keduanya memilik peran untuk saling melengkapi. Sama halnya jodoh dan rejeki, keduanya pasti namun tidak akan datang kalau tidak dicari. 

Terakhir yang perlu ditanamkan dalam-dalam adalah:

"Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi apa yang kita butuhkan"



*Dedikasi untuk jalan perjuangan seorang pemimpi sebagai mahasiswa yang hampir berusia 4 tahun, terimakasih untuk mimpi dan amanah.  


Senin, 09 Maret 2015

Debat, Siapa yang Salah?

Debat,

Mentafsirkan makna kata ini, Rosulullah SAW pun pernah menyampaikan:

"Tidaklah suatu kaum tersesat setelah tadinya mereka berada di atas petunjuk kecuali karena mereka adalah kaum yang senang melakukan perdebatan." HR Abu Umamah. 

Begitu menarik membahas makna debat, Sebagai seorang mahasiswa, terlebih menyandang gelar aktivis organisasi kiranya debat begitu familiar menyelimuti tata bahasa disana. Sulit mencari sumber pasti sejak kapan debat menjadi lazim digunakan bahkan menjadi kata biasa tak berdampak besar. Padahal secara islam melalui Rosulullah memberikan perumpamaan bahwa perdebatan akan bermuara kepada kesesatan.

Analisis sederhana,

Secara harfiah debat adalah pemabahasan dan pertukaran pendapat atas suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapatnya (KBBI). Pun secara maknawiya debat merupakan dialog yang saling mempertahankan pendapat hingga muncul pendapat terkuat yang bisa diterima.

Logikanya memang menyatakan bahwa debat akan melahirkan proses diskusi yang menegangkan, Karena bisa jadi alasan pendapat seorang itu benar adalah dengan menyalahkan orang lain. Barangkali inilah alasan islam memberikan hukum bahwa debat adalah dilarang. Tentunya larangan akan muncul bukan tanpa alasan. Alasannya saat dikorelasikan dengan proses debat justru akan muncul sebuah argument yang terkadang menjatuhkan, membuat perspektif buruk atau mengungkap aib lawan debat.

=================================

2 Hari dejavu, dejavu? ini adalah proses sebuah forum persidangan di salah satu fakultas, keadaannya kami sebagai peserta adalah orang-orang terpilih yang mewakili organisasi ataupun mantan organisasi untuk membahas rencana kehidupan organisasi satu periode kedepan. Forum yang selalu berulang setiap tahun, bahkan (sering) mengulang pembahasan yang sama seperti pembahasan tahun sebelumnya. Dejavu bukan karena berjuang bersama orang yang sama (lagi), namun alur cerita dan pembahasan yang sama.

Orang bilang seni organisasi adalah soal pertukaran pendapat. Atau terkadang mendengar bahwa hidup dan matinya mahasiswa adalah soal idealismenya. Idealisme yang berwujud pada pendapat-pendapat dalam setiap adanya kesenjangan keadaan. Itulah kenapa perdebatan akhirnya muncul atas dasar pendapatan yang berbeda. 

Ironinya, perdebatan justru menjadi goal dari sebuah pembahasan. Sehat? sepertinya tidak, bukan tidak sehat untuk menolak pertukaran pendapat. hanya saja percontohan-percontohan tidak bagus sering kali mucncul. 

Suara-suara yang semakin mengeras untuk menegasakan atau menekankan bahwa pendapatnya adalah yang terbaik. 

Rasionalisasi berlebihan dan menyudutkan yang akhirnya memberikan kesan pemaksaan..

Selentingan berkala yang terlontar karena euforia perdebatan mulai memanas.

Atau bahkan umpatan kecil karena kekecewaaan atas keputusan yang tak sejalan.

untungnya ada alternatif lain, produk hukum Islam yang begitu mempesona, Kita mengenalnya dengan sebutan musyawarah. Proses pertukaran pendapat secara lebih syar'i, elegan dan bijak.

Sejujurnya selama setengah dasawarsa kurang satu tahun saya berada disini, bisa jadi ini adalah musyawarah paling hidup. Terelepas dari materi pembahasan yang memang memaksa untuk memeras otak dan otot. Oleh karena itu di tengah-tengah diskusi terkadang suara selintingan atau nada tinggi muncul, namun itu masih bisa dimaklumi. Kultur mencetak nada dan selintingan mereka muncul, namun efek bagus dari nada tinggi dan selentingan itu menimbulkan stimulus untuk berani mengeluarkan pendapat kedalam forum.

Saat pembahasan memanas, emosi memuncak. Terlebih saat pendapat semakin terkerucut pada double statment, atau perbandingan 2 pendapat. Forum menjadi tegang, dan sedikit saja kesalahan bisa berdampak pada serangan statment.

Kemudian siapa yang salah? Bagi saya tidak ada yang salah dalam musyawarah. Toh ini pembelajaran bagi mereka yang muda dan pengayaan bagi mereka yang tak lagi muda. Selagi tujuan mereka adalah perbaikan, selagi dampak buruk dari perdebatan bisa ditinggalkan.

Sah-sah saja, selama kita mampu menahan egoisme, Menahan nafsu untuk memaksakan kehendak. Mengutamakan kepentingan bersama. Mampu legowo dan tsiqoh (tunduk dan patuh) atas kesepakatan yang dihasilkan. Serta yang paling penting adalah tidak melupakan adab forum dalam bermusyawarah untuk mencapai mufaakat.

Aah, forum ini indah. Organisasi yang penuh pembelajaran. Dan masa yang mungkin tak akan pernah terlupakan.

Rugi, saat kesempatan yang telah Allah ijinkan ini tidak dimanfaatkan.

Jumat, 06 Maret 2015

Look Up, Get Up, and Never Give Up


Bismillahirahmanirrahim, segala puji bagi Allah dzat yang maha pengampun. Segala puji bagi Allah dzat yang maha mengetahui, Segala puji bagi Allah dzat yang maha mendengarkan.

Sedikit mari kita buka mata hati untuk senantiasa beristigfar atas segala cengkraman yang pernah terpegang. Atau kita tundukan sedikit kesombongan dan memohon ampun atas segalaa sepakan yang pernah menyakiti. Bahkan pejamkanlah mata ini saat dia selalu saja memberikan penggambaran-penggambaran gelap tak berguna.

lihatlah berapa kali kita terjatuh. Rasakanlah betapa seringnya kita sendiri dalam kesepian. Atau bayangkan saat cermin itu melihatkan raut muka musam penuh kedukaan. Sepertinya memang kita memiliki masa dimana titik keimanan menjauh dan berdampak besar pada kehidupan. Titik dimana terang menjadi gelap, dan putih menjadi hitam.

Jatuh adalah hal yang biasa, namun bangkit itu luar biasa.

===========================================

Saat kau jatuh, bangkitlah dan segera berlari..
Tak perduli seberapa sakitnya dirimu, seberapa remuknya tubuhmu, seberapa hancurnya hatimu,..
terus berlari dan berlari selesaikan sampai finish..

"Yakinlah, pada setiap tantangan dan perubahan yang kita hadapi akan ada kebaikan bagi kita bersama karena dalam setiap hal yang kita lakukan tidak pernah ada kesia-siaan"


-Derek Redmond ,1992-

=====================================


Tak akan selamanya indah, mungkin ada waktu saat kita harus jatuh dan tersungkur. Tapi percayalah, jatuh adalah cara Allah mengajari kita untuk Bangkit, Berdiri dan Berlari.

Bukan salah keadaaan memberikan musibah dalam kehidupan, mungkin musibah itu datang untuk memberikan ujian seberapa besar rasa syukur kita kepada keadaan.

Karena mungkin, terkadang kita lupa. Matahari yang cerah itu muncul dan bersinar setelah pagi yang gelap beranjak pergi. 

Atau mungkin kita tak pernah memangdang langit, saat ia berubah menjadi gelap dan menutupi langit yang membiru itu menandakan hujan yang suci akan segera turun dan membasahi bumi yang tandus. 

Percayalah tidak ada yang patut kita harapkan setelah adanya kegelalap, kecuali secerca cahaya terang akan segera datang membawa kehidupan yang baru. 

Bukan untuk dikagumi atau diabadikan dalam ketaatan mata yang memandang cukup dengan disyukuri dan berharap akan ada siklus kehidupan yang lebih inidah lagi. 

Tugas kita saat terjatuh adalah untuk berdiri.


look up, get up, and never give up.

Qodrat Pemimpin

ke pulau mana perahu akan menepi,
tergantung nahkoda memutar kabin..

ke langit mana pesawat akan terbang,
tergantung pilot mengarahkan joystick..

ke jalan mana mobil akan berjalan,
tergantung supir memegang setir..

Mungkin terlalu subjektif tiga kalimat diatas, tentu akan sangat banyak faktor untuk menetukan hasil dari proses yang dilalui. Namun, kiranya frasa diatas cukup menggambarkan betapa centralnya peran nahkoda, pilot dan supir. Kemudian dalam hal ini pantaslah untuk menganalogikan pemimpin dengan nahkoda, pilot dan supir. 

Memang, sebuah tujuan bersama sebuah kelompok peran pemimpin akan menjadi cukup besar. Ini karena seorang pemimpin adalah orang yang akan memberikan pengaruh bagi kelompok dibawahnya. Pengaruh yang sedikit, sedang ataupun banyak, pasti pengaruh itu akan terasa saat dirasakan. 

Menjadi pemimpin tidaklah mudah, Kabar burung menyampaikan bahwa pemimpin adalah ujung dari ujunganya tombak. Bahkan pengalaman empiris dilapangan mengatakan:

dia adalah orang yang siap menanggung segala tentang kelompoknya,
dia adalah orang yang harus berjalan 2 langkah saat yang lain baru akan berjalan.
dia adalah orang yang mampu melihat kedepan lebih jauh dari biasanya.

Anomali terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini, bukan berarti ini menyatakan ada kesalahan. Hanya saja salah satu sudut perspektif menyatakan ada sebuah kejangggalan. Melihat pemimpin Negara ini sekarang, penuh kontroversi memang. Tentu kontroversi besar memberikan efek domino keberbagai permasalahan. Namun, dari sudut pandang qodrat seorang pemimpin sepertinya ada yang perlu diluruskan.

Bukankah pemimpin harus memberikan keputusan yang tegas dan solutif atas kemaslahatan rakyatnya?
Bukankah pemimpin harus bertanggung jawab atas apapun yang terjadi didalam kelompoknya?

Miris, saat masalah datang justru pemimpin bukan bertanggung jawab dan memberikan solusi. Malah yang terjadi mengangkat masalah dan mencari sumber masalah untuk dipermasalahkan. Memang mencari sumber masalah itu benar, hanya saja bukan untuk dipersalahkan. Setiap orang mengharapkan solusi dan jalan keluar untuk mengatasi masalah. Dan wajar rasanya saat disana seorang pemimpin hadir ditengah rakyatnya, menutup rapat-rapat kesalahan dan bersikap bijak memberikan solusi dan jalan keluar bersama.

Entahlah, meratapi sesosok pemimpin besar dengan amanah besar. Mengkorelasikan dengan pengalaman pemimpi kecil dengan masalah tak seberapa.