Minggu, 24 Mei 2015

Respon Vertikal dan Horisontal Mahasiswa

          Ketika kalian ingin melihat kondisi suatu negara beberapa tahun kedepan maka lihatlah kondisi pemudanya. Sejarah membuktikan bahwa pemuda memiliki andil besar terhadap berdirinya Negara Republik Indonesia. Sejak tahun 1908 pemuda menunjukan entitas sebagai kaum pendobrak, di tengah penjajahan belanda Budi Utomo lahir dan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia untuk bersatu mengusir penjajah. Kemudian tahun 1928, dengan penuh semangat dan visi besar mereka mendeklarasikan Sumpah Pemuda yang dengan itu rasa persatuan atas nama Indonesia semakin menguat. Sejarah juga mencatat pada tahun 1945 di saat vacum of power, semangat khas pemuda mendorong golongan tua untuk segera mendeklarasikan kemerdekan Indonesia.
            Puncak pergerakan pemuda terjadi di pertengahan tahun 1998. Mencuat kepermukaan dengan entitas gerakan mahasiswa, pemuda kembali menunjukkan taringnya dalam menyumbangkan peran terhadap bangsa. Rezim penuh kedzaliman bertahan selama 32 tahun tanpa ada satupun kekuatan yang mampu menumbangkan. Akhirnya 21 mei 1998, Presiden Soeharto dipaksa mundur dengan desakan kekecewaan dari mahasiswa bersama rakyat yang bergerak menghasilkan kekuatan besar. Takdir sejarah kemudian menjadi hukum tak tertulis bahwa mahasiswa memiliki peran sentral dalam mengisi hari-hari kemerdekaan.
Berbicara mahasiswa maka akan berbicara tentang peran dan tanggungjawab. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tingggi yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapakan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, (PP No. 30 tahun 2014). Dengan demikian, mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang dibekali intelektual dan memiliki tanggungjawab terhadap ilmu sesuai tridarma perguruan tinggi.
            Keniscayaan mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat melekat seiring dengan lahir dan tumbuhnya mahasiswa di tengah masyarakat. Mahasiswa berkembang di tengah masyarakat dan kelak dia akan kembali kepada masyarakat. Keberadaan mahasiswa di tengah masyarakat memaksa mahasiswa untuk bertanggungjawab atas kondisi suatu bangsa dan negara.
            Melihat kondisi Indonesia saat ini tentu masih sangat jauh dari kata sempurna, kemerdekaan tahun 1945 seakan hanya menjadi simbol lahiriah belaka. Pendidikan, Sosial, Hukum, Ekonomi dan politik adalah permasalahan-permasalahan kompleks yang sedang melekat dalam tubuh negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia ini. Bahkan dalam pidatonya di UBD Palembang, Mayjen TNI Budi Waluyo menyatakan bahwa Indonesia mengidap 10 tanda kehancuran bangsa. Kemudian mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat harus ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Mahasiswa harus tetap berada ditengah-tengah masyarakat demi menjaga kestabilan bangsa.
Menjaga stabilitas bangsa, caranya?
            Indonesia yang menerapkan bentuk pemerintahan demokrasi berupaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, dimana pemerintahan berasal dari rakyat dan akan kembali ke rakyat. Pemerintah yang ditunjuk untuk mengelola tata negara harusnya berorientasi dan bervisi kerakyatan. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat hari ini ternyata semakin mengancam stabilitas bangsa dan menambah permasalahan negara. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran bersama untuk tetap menjaga stabilitas bangsa.
            Pertanyaan besarnya adalah sebagai salah satu bagian dari masyarakat peran seperti apakah yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menjaga stabilitas bangsa? Secara eksplisit memang mahasiswalah yang sangat diharapkan oleh bangsa ini. Mahasiswa bertanggungjawab atas ketersediaan para pemimpin-pemimpin besar di masa yang akan datang sebagai penerus perubahan (iron stock). Selain itu sejarah perjuangan mahasiswa mengawal pemerintahan dan masyarakat (control of social) pun tak bisa dilupakan. Tak terlepas dari beban keterlibatan mahasiswa dalam merubah keadaan dalam menegakkan suara-suara rakyat (agent of change). Itulah peran-peran mahasiswa yang selalu disampaikan dalam setiap agenda-agenda orientasi kampus.
Respon vertikal dan horisontal mahasiswa sebagai motor penggerak bangsa
            Sejak zaman dahulu sampai sekarang diktator politik adalah penyebab utama penderitaan masyarakat, kediktatoran yang memaksakan kemauanya kepada rakyat dengan menggunakan kekerasan, (Al-Qaradhawy, 1997). Ketika diktator menjelma menjadi pemimpin negara yang berkuasa, maka hanya mahasiswa yang mampu mengepalkan tangan keatas dan melawan. Respon vertikal adalah peran mahasiswa yang terpadu dan terstruktur dalam mengawal setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Respon ini beruwujud gerakan yang menekan stakeholder pemangku kebijakan agar tetap menjalankan amanah sesuai track-nya.
            Cara memberikan respon vertikal yaitu  mengimplementasikan idealisme mahasiswa. Idealisme mahasiswa bukan berarti mahasiswa harus netral, bahkan mahasiswa harus berpihak, berpihak kepada sebuah keadilan dan menuntut pada konsisi ideal. Idealisme mahasiswa melahirkan objektifitas sikap atas kajian mendalam dari sebuah kesenjangan sosial yang terjadi. Respon vertikal memberikan respon atas kebijakan publik dengan berbagai metode, yaitu aksi turun kejalan, mediasi dan audiensi, (Renstra Karispol BEM REMA UNY, 2015).
            Sementara respon horisontal adalah peran mahasiswa dalam mendukung program-program pemerintah. Peran ini menempatkan mahasiswa sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Posisi mahasiswa yang berada dekat dengan masyarakat pada akhirnya melibatkan mahasiswa untuk turut bergerak mensukseskan program pemerintah. Kegiatan-kegiatan mahasiswa seperti bakti sosial, melakukan sosialisasi, pembinaan terhadap warga,  dan mengimplementasikan ilmu pengetahuannya kepada masyarakat adalah contoh inisiasi program mahasiswa yang searah dengan program pemerintah.
Secara umum respon horisontal akan berbicara tentang tugas mahasiswa sebagai kaum intelektual. Tak bisa dipungkiri kemajuan tekonolgi, stabilitas ekonomi, ketenangan politik dan moralitas hukum akan diperankan oleh mahasiswa. Sehingga peran mahasiswa dalam bidang pendidikan dan penelitian tentu tak dapat ditinggalkan agar Indonesia tak semakin jauh tertinggal oleh zaman.
Kesimpulan
            Permasalahan bangsa harus segera diselesaikan, disamping itu Indonesia juga harus tetap berjuang mengejar ketertinggalan dari bangsa lain jika tak mau tersingkir dari kompetensi zaman yang semakin maju. Tanggung jawab kesejahteraan bangsa tak hanya dimiliki pemerintah saja, masyarakat pun harus “turun tangan” dalam mencapai tujuan bersama. Terlebih mahasiswa, respon vertikal dan horisontal harus dikomparasikan untuk menjaga kestabilan bangsa. Tidak perlu berdebat dengan respon mana yang paling berpengaruh untuk merubah keadaan bangsa ini, karena sejatinya kedua jalan ini adalah jalan yang saling melengkapi dan membentuk romantisme perjuangan ala mahasiswa. Pemerintah adalah manusia yang tak sempurna, membutuhkan tekanan untuk tetap berjalan sesuai rencana dan dukungan agar dapat berjalan pada kecepatan maksimal.
            Dalam mengisi hari-hari kemerdekaan, pada dasarnya tugas utama mahasiswa adalah bergerak membela rakyat yang tertindas dan mendukung pemerintahan dalam mewujudkan kesejahteraan. Bukan apatisme mahasiswa bergaya hidup glamour dan hedonisme berlandaskan egoisme tak berujung. Mahasiswa haruslah bermain peran, berbagi jalan dan menyatukan tujuan untuk  tetap tatanan masyarakat tanpa penindasan.

Daftar Pustaka
Al-Qaradhawy, Dr. Yusuf. (1997). Min Faqh ad-Daulah fil-Islam. (buku: Fiqih Negara). Penerjemah: Syafril Halim. Jakarta: Rabbani Press.
Salim, M. (2010). Peran Sebagai Mahasiswa. Diakses dari http://peran-mahasiswa.blogspot.com/. Pada tanggal 4 Mei 2015, Jam 22.20 WIB.
Wen, Sayling. (2003). Future of Education (Masa Depan Pendidikan). Batam: Lucky Publisher
Putra, Juma’ De. (2014). Revolusi-revolusi paling spektakular di dunia. Yogyakarta: IRCiSoD

Minggu, 17 Mei 2015

Pesan Seorang Sahabat

Alhamdulillah,
inilah yang disebut sahabat, walaupun jauh dan tidak bertemu terkadang kerinduan menghadirkan itikad untu saling tegur dan sapa. Menayakan kabar dan bahkan diskusi.

Sahabat, Teman, dan Kawan? beda kata, sama makna beda subtansi.

dan kali ini, lebih nyaman untuk ku sebut mereka Sahabat.

terimakasih 17 Bintang, (PH PI BEM FT UNY). Terkadang rasa rindu bertemu kalian itu lebih besar dari kerinduan bulan terhadap bintang, ah..

Mohon ijin untuk berbagi saja, tentang pesan salah satu sahabat. Yaa, kita saling berpesan dan memberi nasehat karena "sudah" tidak seatap lagi..

Tentang aksi, Tentang problematika Negeri, Tentang Pemimpin, dan Tentang kita..

Bismillah, semoga tidak mengurangi nasehat ini. karena terkadang kita butuh garam, agar gula tak kemanisan.

Meskipun aksi tapi tetep jaga nama baik mahasiswa yaa? dan perhatikan pesan2 dbwh ini (Smoga bs dprhatikan).
1. Jika engkau katakan apa yg kau lakukan adalah untuk membela hak rakyat, maka ketika berdemo jangan engkau ganggu jalan2 umum. Karena bisa jadi rakyat kecil trhalangi urusannya untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Jika mereka terganggu, maka engkau sudah merenggut hak mereka dan keluarganya. Oleh krna itu, mulailah membela hak-hak rakyat dr yg paling kecil dahulu dg tdk mengganggu aktivitas mereka. Kalo bisa demonya yang rapi, yg enak dlihat agar bs menghibur siapapun yg melihat, gk usah trlalu byk teriak2 (krna bkin cpt capek dan haus.. blm lg demonya dibulan sya'ban, siapa tau lg pd puasa sunnah). 

2. Jika engkau katakan apa yg kau lakukan adalah untuk memperbaiki kondisi bangsa, maka jangan kau rusak fasilitas negara. Seperti merusak gerbang istana, bentrok dg aparat, apalagi merusak dirimu sndri (inget, mahasiswa jg bagian dr fasilitas negara, mereka kader2 yg akan memegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa 15 atau 30 th mendatang).

3. Jika kau yakin jalan yang kau tempuh adalah benar adanya, maka tetaplah berjuang dengan sekuat tenagamu, sembari berfikir dan merenung apa alasan yg membuatmu mrasa dijalan yg benar. Dan jangan lupa minta doa restu ibu dan bapakmu, bisa jadi karena doa mereka, semua usahamu untuk memperbaiki kondisi bangsa, bisa dapat dg mudah engkau laksanakan.

4. Ini point paling penting sblm point trakhir, biar bgaimana pun usahamu, sekeras apapun teriakanmu, sekuat apapun ambisimu, kalo itu semua kau katakan demi memperbaiki kondisi bangsa, seharusnya engkau tidak lupa sob, ada siapa dibalik penciptaan dunia dan alam semesta, jika Dia tidak ridho dg apa yg engkau lakukan maka semuanya tidak akan menghasilkan apa2. 
Sebaiknya minta petunjuk dulu sama Yang Maha Kuasa, agar engkau tahu apa yg Dia ridhoi dan agar engkau tahu cara yg benar untuk memperbaiki negerimu, krna sungguh usahamu memperbaiki bangsa dlm kondisi tdk memahami apa yg telah di perintahkan-Nya, bisa jadi engkau sedang merusak bangsamu dr arah yg kau sangka sdg melakukan perbaikan.

5. Terakhir...Keep SMILE for Indonesia!! Biar bgaimanapun aku suka dg jargon ini, pesannya indah, ngena!! senyum adl nada optimisme manusia, pkrjaan kecil yg membuat bhagia dan tanda kebesaran hati org yg trluka, melihat kondisi bangsa spt ini dg kita tetap trsenyum, makaa itu menjadikan kita tetap legowo :) terimakasih yg sdh mengenalkan jargon ini.

Bukan bermaksud untuk merubah paradigma ataupun sudut pandang, hanya saja terkadang kita perlu menambah garam agar tak kemanisan.

Semoga mampu menginspirasi..

terimakasih, Kadep Sosmas BEM FT UNY, Fazar Tri Danurwindo, C.S.Pd.

Jumat, 08 Mei 2015

antara Adzan dan Iqomat

Inpirasi siang ini, jum'at mubarak, 8 Mei 2015
Semoga selalu saling mengingatkan didalam kebaikan. Aamiin...

Antara adzan dan iqomat, (apa yang kamu lakukan?)

fastabiqul khoirot, mari berlomba-lomba dalam kebaikan. Kebaikan yang tentu hanya mengharap ridho Allah. Bukan untuk mendapatkan surga apalagi menghindari neraka, hanya semata-mata karena Allah. Surga itu bonus, sedang neraka adalah dampak.

Sejak pertama kali hijrah ke madinah al munawaroh dan mendirikan masjid kuba, bilal bin rabbah adalah orang yang pertama kali melantunkan adzan. Sejak saat itu adzan selalu dilantunkan untuk mengajak kepada kebaikan (sholat).

Adzan...
Adalah nada indah,
Menyampaikan kebesaran Allah,
Meniupkan ruh tauhid,
Mengingatkan perjuangan Rosulullah,
Membangun karakter diri,
dan
Mengajak kepada kebaikan.

Terlepas daripada sejarah itu, ada filosofi tentang adzan dan iqomat. Hubungan antar keduanya, antara waktu dan skala perbesar dari penggambaran hidup seorang manusia.

Antara adzan dan Iqomat ada waktu. Waktu yang singkat, waktu yang hanya berjarak antara dirimu dan tuhanmu.

Sesingkat waktu, sesingkat kita hidup. Tak ada yang abadi bahkan keabadian itu sendiri. Selain al hayyu , sang Maha Hidup.

Seberapa lama kita hidup adalah antara adzan dan iqomat. Saat kita lahir kita di adzankan, dan Iqomat saat kita mati. Setelah kita dikelurakan dan sebelum kita dimasukkan.

Singkat memang, sesingkat jeda antara Adzan dan Iqomat.

Adzan, selain dilantunkan dengan merdu untuk mengajak manusia betemu Rabb nya. Ada masa tatkala seorang bayi lahir, fase kehidupan keduanya setelah dari alam kandungan. Bayi suci terlahir kedunia, dengan tangisan pertanda kehidupan. Banyak yang berkata mungkin karena jasad kecil itu mengalami guncangan atas kondisi dunia yang tak lagi senyaman alam kandungan. Adzan juga adalah sambutan hangat, nyanyian merdu yang dinyanyikan oleh ayah untuk anaknya.

Iqomat, adalah tanda saat imam sudah siap untuk mengajak jama'ahnya mengahadap Robb nya. Pun ada masa tatkala manusia mati, sebelum butiran butiran tanah menutupi jasad. Ada lagu yang mungkin akan terasa begitu cepat karena ketakutan ruh menuju liang lahat. Atau justru terasa lama karena ruh tak sabar ingin segera beristirahat dan bertemu kekasihnya.

Lalu, apa yang kita lakukan antara adzan dan iqomat?

Apa yang kita lakukan adalah perwujudan dari perspektif apa kita menempatkan adzan dan iqomat, apakah dia sebagai seruan menuju kebaikan, atau hanya alarm waktu yang akan berhenti dengan sendirinya dan terus berulang layaknya dejavu.

Coba renungkan, saat mendengar adzan. apa yang kau perbuat? tetap bersantai-santai dengan aktifitasmu, lalu berkata, "sebentar, belum qomat kok". Bukankah dengan itu kau sedang berkata pada dirimu "santailah tak perlu bersiap diri, belum mati kok". Kemudian melanjutkan aktifitas tanpa bersiap untuk bertemu dengan Tuhanmu. Lalu, saat iqomat itu terdengar kau bangun dan mendekat, ada yang berlari pun ada yang tetap berjalan santai.

Inilah mengapa, sebagian besar manusia hanya mendekat kepada Allah saat dia sudah tua. Saat kematian itu lebih berpeluang besar datang padanya. Padahal tak ada jaminan dari siapapun yang lebih tua adalah yang paling dekat dengan kematian. Hingga pada akhirnya penyesalan datang karena pertemuan dengan sang kekasih tak maksimal disiapkan.

Malangnya saat kita bertemu Allah dan kita tak sempat untuk bersiap, atau sangat kurang waktu untuk bersiap. Datang dengan pakaian seadannya, tanpa parfum, bahkan tanpa pakaian yang rapi. Beruntung saat Allah masih mau menunggu, jikalau karena kurangnya persiapanmu lantas Allah tak mau menemuimu? wallahu'alam..

Mengapa tidak sebaliknya? sesingkat waktu antara adzan dan iqomat, kau bangun dari aktifitasmu. Menyiapkan baju terbaik, mengoleskan parfum terwangi, dan bergegas menunggu di tempat janjian bertemu. Sambil menunggu kau mengingatnya dalam do'a dan sholat, memujanya dalam dzikir. Hingga ketika Allah sedang berada jauh disana suara lirihmu terdegar memanggil, Allah pun datang mendekatimu, mendekat dan terus mendekat. Melihat kesungguhanmu menemuiNya Allah datang bersama cahaya kedamaian hingga saat Iqomat dilantunkan kau adalah orang terdepan yang berhak mendekatinya.

Itulah perumpamaan, saat persiapan menuju kematian. Karena tak ada sesuatu yang pasti di dunia ini selain kematian. Menyiapkan diri setelah adzan berhenti, memantaskan diri agar Allah menerimamu tanpa tapi. Di waktu kecilmu kau mengenal Allah, dimasa mudamu kau mendekat dengan Allah, hingga dimasa tuamu Allah lah yang mengajakmu untuk selalu dekat dengannya.

Itulah kehidupan. Kesempatan singkat untuk menyiapkan diri, di saat waktu sholat sudah ditentukan, hingga perjumpaan dengan sang Tuhan.


Lantas apa yang pantas kau lakukan setelah adzan? jikalau bukan persiapan diri bertemu Allah sebelum iqomat berkumandang.

Wallahu'alam bishawaf..


Kamis, 07 Mei 2015

Jalan Cinta Para Pejuang

di sana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu mnatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejamkan saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi

lalu di sepertiga malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cinta yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menterjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati

teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebaikan, menghentikan kebiadaban
menyeru kepada iman
walau dari merantaskan kaki
walalu kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah

tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang

Salim A. Fillah

Sabtu, 02 Mei 2015

Ku lakukan apa yang tak ingin kulakukan

ada saatnya dimana dunia begitu kejam,
yang salah akan terlihat benar,
yang benar akan terlihat salah.

hidup hanya sekali, 
yang lalu sudah terlewati, menjadi kenangan tak terganti,
kedapan itu mimpi menjadi harapan dan cita-cita,
lantas dimana kita hidup?
di ujung waktu yang di sebut "saat ini"

Terkandang keadaan memaksankan kehendaknya, bisa jadi saat kau ingin berlari kencang justru kakimu tersakiti dan kaupun harus berjalan tertatih. Siapa yang tau jika ternyata kau ingin berlari kencang, siapa yang mengerti saat kau tak ingin berjalan tertatih.

Sayangnya keadaan tak pernah mau bernegosiasi dengan hati, apakah dia mau ataukah dia menolak. Akhirnya hati yang mengalah pada keadaan, mungkin segelintir orang berkata itu keterpaksaan. Namun disudut lain orang berkata, "mungkin ini yang terbaik bagiku".

Bukan bilangan sedikit dari seorang manusia yang terus melakukan apa yang sebenarnya tidak dia inginkan.