Kamis, 13 Februari 2014

Teacher is the heart of education

Kamis, 13 Februari 2013. Hari pertama kembali mengenakan dresscode OSPEK yang setiap tahun di laksanakan. Iya, walaupun sekarang sudah semester 6 tapi memang inilah aturan. Aturan yang harus dilakukan bukan untuk keburukan tapi untuk kebaikan bersama. Pagi ini adalah momentum pertama dengan dresscode hitam putih, busana wajib untuk kampus pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Tepat, drescode ini di pakai untuk 3 moment yaitu OSPEK, Micro Teaching dan Yudisium. Nah untuk kesempatan kali ini adalah untuk micro teaching, sebuah mata kuliah yang mana outputnya adalah menyiapkan peserta didik untuk mengajar di sekolah.

Pagi itu di bersamai oleh dosen baru namun muka lama, dosen yang sebenarnya cukup punya lifestyle berbeda dengan yang lainnya. Kami berdelapan orang di berikan materi tentang apa itu pendidikan. Jadi pendidik atau guru itu mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam menjalankan amanahnya. Dalam tupoksi seorang pendidik itu dibagi menjadi 3 hal yaitu profesi, kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Untuk kali ini fokus pada tupoksi nomor 1 terlebih dahulu. Disana seorang pendidik  adalah sebuah profesi. Profesi yang dimaksudkan disini bukanlah sebuah pekerjaan akan tetapi lebih daripada itu profesi adalah sebuah panggilan jiwa. Panggilan jiwa untuk menjalankan 3 hal yaitu mendidik, mengajar dan melatih.

Mendidik, meneruskan dan mengembangkan nilai hidup dan kehidupan. Kenapa point mendidik ini menjadi nomor satu dalam pembahasan, karena point inilah yang paling jarang dan paling susah dimiliki oleh seorang guru. Mendidik berarti melakukan sebuah hubungan untuk menyampaikan sebuah values atau nilai, memberikan contoh dan mencontohkan. Nilai, inilah sebuah kata yang sepertinya menjadi sangat tabu. indonesia ini seakan menjadi sangat terpuruk karena norma dan nilai itu sudah tak lagi ada. Pun ketika tahun-tahun ini sangat gencar  disampaikan pendidikan karakter. Sebenarnya karakter ini adalah dasar atau basic, sungguh miris ternyata ketika negara kita ini masih mencoba untuk membenahi dasar.

Padahal di luar sana negara-negara lain sudah sampai taraf habits (kebiasaan) bahkan sudah mencapai culture (budaya). Bayangkan ketika norma itu sudah dijadikan sebuah budaya di negara ini. Simbol batang rokok yang ada palangnya mungkin tidak hanya akan diartikan sebagai area dilarang merokok, akan tetapi juga melihat makna bahwasanya rokok itu sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Itulah hasil ketika sebuah nilai itu sudah menjadi budaya pada kehidupan manusia maka peradaban manusia yang mengedepankan nilai-nilai itu akan terwujud.

Sebuah gelintiran kalimat lagi tersuak dari beliau. Tentang agama, sekarang agama itu hanya dijadikan sebagai sarana spiritualitas untuk beribadah saja. Padahal Rosulullah diturunkan dimuka bumi ini untuk memperbaiki khlak, bukan untuk memperbaiki ibadah. Nah, itulah dampak ketika agama ini belum bisa dijadikan sebuah lifestyle atau gaya hidup. Tinggal kita mengambil nilai yang universal dalam sebuah agama untuk disampaikan ke orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar